PENDAHULUAN
a. Pengertian Gerontologi
• Menurut Kozier (1987), gerontologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek penuaan.
• Menurut Miller (1990), gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses penua dan masalah yang mungkin terjadi pada lansia.
b. Geriatri adalah ilmu tentang merawat orang yang berusia lanjut terhadap penyakit.
Tujuan pelayanan geriatri adalah :
• Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan/kesehatan.
• Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.
• Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.
• Melakukan pengobatan yang tepat.
• Memelihara kemandirian secara maksimal.
• Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang.
c. Proses penuaan adalah suatu proses menghilang secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
d. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
• Menurut Kozier (1987), gerontologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek penuaan.
• Menurut Miller (1990), gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses penua dan masalah yang mungkin terjadi pada lansia.
b. Geriatri adalah ilmu tentang merawat orang yang berusia lanjut terhadap penyakit.
Tujuan pelayanan geriatri adalah :
• Mempertahankan derajat kesehatan setinggi-tingginya sehingga terhindar dari penyakit atau gangguan/kesehatan.
• Memelihara kondisi kesehatan dengan aktivitas fisik sesuai kemampuan dan aktivitas mental yang mendukung.
• Melakukan diagnosis dini secara tepat dan memadai.
• Melakukan pengobatan yang tepat.
• Memelihara kemandirian secara maksimal.
• Tetap memberikan bantuan moril dan perhatian sampai akhir hayatnya agar kematiannya berlangsung dengan tenang.
c. Proses penuaan adalah suatu proses menghilang secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994).
d. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
GANGGUAN POLA TIDUR
Manfaat istirahat dan tidur dalam menjaga kesehatan fisik pada lansia sering kali disepelekan dan diabaikan, terutama di lingkungan lembaga tempat rutinitas sangat penting. Istirahat dan tidur menjalankan sebuah fungsi pemulihan baik secara fisiolofis maupun psikologis. Secara fisiologis, tidur mengistirahatkan organ tubuh, menyimpan energi, menjaga irama bilogis, dan memperbaiki kesadaran mental dan efisiensi neurologis. Secara psikologis, tidur mengurangi ketegangan dan meningkatkan perasaan sejahtera.
Fungsi pemeliharaan ini sangat penting untuk lansia, yang memerlukan lebih banyak waktu untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan Lansia yang waktu tidurnya terganggu menjadi lebih lupa, disorientasi, atau konfusi; orang yang mengalami kerusakan kognitif menujukkan peningkatan kegelisahan, perilaku keluyuran, dan “sindrom” dan “sundowning” (konfusi, agiatasi dan perilaku terganggu selama sore menjelang senja dan jam awal malam).
Kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh perubahan terkait usia, konsumsi banyak obat dan gangguan organik dan mental.
Pola Tidur Pada Lansia
Tidur yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat (rapid eye movement, REM) dan non-REM. Tidur non-REM dibagi menjadi empat tahap: Pada tahap 1, jatuh tertidur, orang tersebut mudah dibangunkan dan tidak menyadari ia telah tertidur. Kedutan atau sentakan otot menandakan relaksasi selama tahap ini. Tahap II dan III meliputi tidur dalam yang progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam sulit untuk dibangunkan.
Tidur tahap IV sangat penting untuk menjaga kesehatan fisik. Para ahli tentang tidur mengetahui bahwa tahap ini sangat jelas terlihat menurun pada lansia, tetapi mereka belum mengetahui akibat dari penurunan ini. Pola tidur pada lansia ditandai dengan sering terbangun, penurunan tahap III dan IV waktu non-REM, lebih banyak terbangun selama malam hari dibandingkan tidur, dan lebih banyak tidur selama siang hari. Kebanyakan lansia yang sehat tidak melaporkan adanya gejala yang terkait dengan perubahan ini selain tidak dapat tidur dengan cukup atau tidak bias tidur. Banyak penelitian menunjukkan bahwa tidur di siang hari dapat mengurangi waktu dan kualitas tidur di malam hari pada beberapa lansia. Jika diidikasikan, anjurkan pasien anda untuk memantau efek tidur siang terhadap waktu tidur malam mereka dan pada perasaan kesejahteraan mereka selama siang hari.
Dari tahap IV, orang tersebut berlanjut ke tidur REM. Tidur REM terjadi beberapa kali dalam siklus tidur di malam hari tetapi lebih sering tidur di pagi hari sekali. Pada tidur REM, aktivitas dan tanda-tanda vital mengalami akselerasi yang menyebabkan peningkatan kesenangan dan pelepasan ketegangan yang dimanfestasikan dengan tersentak dan berbalik, kedutan otot dan peningkatan frekuensi pernapasan, frekuensi jantung dan tekanan darah. Frekuensi pernapasan dan jantung yang lebih tinggi dapat menimbulkan bahaya pada pasien yang memiliki masalah kardiopulmonar kronis. Sebaliknya, tidur REM membantu melepaskan ketegangan dan membantu metabolisme sistem saraf pusat. Kekurangan tidur REM telah terbukti menyebabkan iritasi dan kecemasan.
Manifestasi Klinis
Gangguan tidur pada lansia
Lansia yang mengalami berbagai masalah medis dan psikososial yang mengalami gangguan tidur. Kondisi-kondisi tersebut antara lain:
• Penyakit psikiatrik, terutama depresi
• Penyakit Alzheimer dan penyakit degeneratif neuro lainnya
• Penyakit kardiovaskuler dan perawatan pascaoperasi bedah jantung
• Inkompetensi jalan napas atas
• Penyakit paru
• Sindrom nyeri
• Penyakit prostatik
• Endokrinopati
1. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan untuk melakukan. Lansia rentang terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur, biasanya menyerang tahap 4 (tidur dalam). Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk kembali tidur dan terbangun pada dini hari. Insomnia terdiri dari tiga jenis:
• Jangka pendek: Berakhir beberapa minggu dan muncul akibat pengalaman stres yang bersifat sementara seperti kehilangan orang yang dicintai, tekanan di tempat kerja, atau takut kehilangan pekerjaan.
• Sementara: Episode malam gelisah yang tidak sering terjadi yang disebabkan oleh perubahan-perubahan lingkungan seperti jet lag, kontruksi bangunan yang bising, atau pengalaman yang menimbulkan ansietas.
• Kronis: Berlangsung selama 3 minggu atau seumur hidup. Disebabkan oleh kebiasaan tidur yang buruk, masalah psikologis, penggunaan obat tidur yang berlebihan, penggunaan alkohol berlebihan, gangguan jadwal tidur bangun, dan masalah kesehatan lainnya. Dan disebabkan oleh masalah fisik seperti apnea tidur, sindrom kaki gelisah, atau nyeri kronis karena artritis.
2. Hipersomnia
Dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau 9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur berlebihan. Penyebab hipersomnia berhubungan dengan ketidakaktifan, gaya hidup yang membosankan atau depresi. Keluhan keletihan, kelemahan dan kesulitan mengingat atau belajar merupakan hal yang sering terjadi.
3. Apnea tidur
Apnea tidur adalah berhentinya pernapasan salama tidur. Gangguan ini diidentifikasi dengan gejala mendengkur, berhentinya pernapasan minimal 10 detik, dan kantuk di siang hari yang luar biasa. Gejala apnea tidur antara lain:
• Dengkuran yang keras dan periodic
• Aktivitas malam hari yang tidak biasa, seperti duduk tegak, berjalan dalam tidur, terjatuh dari tempat tidur
• Gangguan tidur dengan seringnya terbangun di malam hari
• Perubahan memori
• Depresi
• Rasa kantuk yang berlebihan di siang hari
• Nokturia
• Sakit kepala di pagi hari
• Ortopnea akibat apnea tidur
Pengobatan yang spesifik untuk apnea tidur melibatkan penurunan berat badan, dengan penatalaksanaan medis atau pembedahaan untuk membuang penumpukan jaringan di area faring. Pasien dapat dianjurkan untuk menghindari alkohol dan obat-obatan yang dapat memengaruhi respons terbangun dan untuk menggunakan bantal tambahan atau tidur di kursi.
Penatalaksanaan Gangguan Tidur pada Lansia
1. Pencegahan Primer
a. Tidur seperlunya, tetapi tidak berlebihan, agar merasa segar dan sehat di hari berikutnya. Pembatasan waktu tidur dapat memperkuat tidur; berlebihnya waktu yang dihabiskan di tempat tidur tampaknya berkaitan dengan tidur yang terputus-putus dan dangkal.
b. Waktu bangun yang teratur dipagi hari memperkuat siklus sirkadian dan menyebabkan awitan tidur yang teratur.
c. Jumlah latihan yang stabil setiap harinya dapat memperdalam tidur; namun, latihan yang hanya dilakukan kadang-kadang tidak dapat memperbaiki tidur pada malam berikutnya.
d. Bunyi bising yang bersifat kadang-kadang (mis. bunyi pesawat terbang melintas) dapat mengganggu tidur sekalipun orang tersebut tidak terbangun oleh bunyinya dan tidak dapat mengingatnya di pagi hari. Kamar tidur kedap suara dapat membantu bagi orang-orang yang harus tidur di dekat kebisingan.
e. Meskipun ruangan yang terlalu hangat dapat mengganggu tidur, namun tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kamar yang terlalu dingin dapat membantu tidur.
f. Rasa lapar mengganggu tidur; kudapan ringan dapat membantu tidur.
g. Pil tidur yang hanya kadang-kadang saja digunakan dapat bersifat menguntungkan, namun penggunaannya yang kronis tidak efektif pada kebanyakan penderita insomnia.
h. Kafein di malam hari dapat mengganggu tidur, meskipun pada orang-orang yang tidak berpikir demikian.
i. Alkohol membantu orang-orang yang tegang untuk tertidur lebih mudah, tetapi tidur tersebut kemudian akan terputus-putus.
j. Orang-orang yang merasa marah dan frustasi karena tidak dapat tidur tidak boleh berusaha terlalu keras untuk tertidur tetapi harus menyalakan lampu dan melakukan hal lain yang berbeda.
k. Penggunaan tembakau secara kronis dapat mengganggu tidur.
Tindakan pencegahan primer lainnya antara lain adalah:
• Kasur yang baik memungkinkan kesejajaran tubuh yang tepat.
• Suhu kamar harus cukup dingin (kurang dari 24˚C) sehingga cukup nyaman.
• Asupan kalori harus minimal pada saat menjelang tidur.
• Latihan sedang di siang hari atau sore hari merupakan hal yang dianjurkan.
2. Pencegahan sekunder
Catatan harian tentang tidur merupakan cara pengkajian yang sangat bagus bagi lansia di rumahnya sendiri. Catatan tersebut harus mencakup faktor-faktor berikut ini:
• Seberapa sering bantuan diperlukan untuk memberikan obat myeri, tidak dapat tidur, atau menggunakan kamar mandi.
• Kapan orang tersebut turun dari tempat tidur.
• Berapa hari orang tersebut terbangun atau tertidur pada saat diobservasi oleh perawat atau pemberi perawatan.
• Terjadinya konfusi dan disorientasi.
• Penggunaan obat tidur.
• Perkiraan orang tersebut bangun di pagi hari.
3. Pencegahan tersier
Jika terdapat gangguan tidur seperti apnea tidur yang mengancam kehidupan, kondisi pasien memerlukan rehabilitas melalui tindakan-tindakan seperti pengangkatan jaringan yang menyumbat di mulut dan mempengaruhi jalan napas. Data-data tersebut membantu menentukan pengobatan yang terbaik untuk mengatasi kesulitan dan merehabilitasi lansia sehingga ia dapat menikmati tidur yang berkualitas baik sampai akhir hidup.
Penatalaksanaan Terapeutik
Bootzin dan Nicassio menganjurkan aturan-aturan berikut untuk mempertahankan kenormalan pola tidur:
• Pergi tidur hanya jika mengantuk.
• Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur; jangan membaca, menonton televisi atau makan di tempat tidur.
• Jika tidak dapat tidur, bangun dan pindah ke ruangan lain. Bangun sampai anda benar-benar mengantuk, kemudian baru kembali ke tempat tidur. Jika tidur masih tidak bisa dilakukan dengan mudah, bangun lagi dari tempa tidur. Tujuannya adalah menghubungkan antara tempat tidur dengan tidur cepat. Ulangi langkah ini sesering yang diperlukan sepanjang malam.
• Siapkan alarm dan bangun di waktu yang sama setiap pagi tanpa di malam hari. Hal ini membantu tubuh menetapkan irama tidur bangun yang konstan.
• Jangan tidur di siang hari.
Mengatasi Gangguan Tidur
Kesulitan untuk tidur dan tetap tertidur adalah masalah yang sering terjadi pada lansia, baik lansia yang tinggal di rumah atau di panti jompo. Jika pasien anda memiliki masalah tidur, anjurkan ia untuk:
• Mempertahankan jadwal harian yang sama untuk berjalan-jalan, istirahat dan tidur.
• Bangun di waktu biasanya ia bangun bahkan jika tidurnya terganggu atau waktu tidurnya berubah sementara.
• Melakukan ritual waktu tidur dan mengikuti dengan patuh.
• Melakukan olah raga setiap hari tetapi hindari olah raga yang terlalu berat pada malam hari.
• Membatasi tidur siang 1 dan 2 jam perhari, pada waktu yang sama setiap harinya.
• Mandi air hangat di waktu akhir sore atau menjelang malam.
• Makan kudapan ringan karbohidrat dan lemak sebelum tidur.
• Menghindari minuman dan produk yang mengandung kafein, khususnya menjelang waktu tidur.
• Mempraktikkan metode relaksasi seperti nafas dalam, masase, mendengarkan musik atau membaca bacaan yang merilekskan.
• Menghindari minuman beralkohol atau batasi asupan alkohol pasien hingga sesedikit mungkin setiap harinya.
• Menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
• Jika ia terbangun tengah malam selama lebih dari 30 menit, bangkit dari tempat tidur dan lakukan aktivitas yang tidak menstimulasi seperti membaca.
Pengkajian Pola Tidur
Pengkajian rinci pada pasien yang mengalami masalah tidur meliputi pengamatan langsung, mengajukan pertanyaan pada pasien dan anggota keluarganya mengenal pola tidurnya dan kemungkinan meminta pasien menyimpan catatan tidur selama 3 sampai 4 minggu. Laboratorium gangguan tidur dapat memberikan analisi eksplisit mengenai pola gangguan.
Anda dapat mempelajari pengamatan seksama dan pertanyaan langsung berikut ini:
• Seberapa baik orang tersebut tidur di rumah.
• Waktu tidur dan waktu terbangun.
• Ritual waktu tidur dan lingkungan yang diinginkan pada waktu tidur malam (jumlah cahaya dan ventilasi, suhu ruangan, pintu terbuka atau tertutup musik, jenis baju tidur).
• Frekuensi dan durasi waktu terbangun.
• Aktivitas yang biasanya dilakukan pada jam-jam awal menjelang malam.
• Makanan atau cairan yang dikonsumsi tepat sebelum waktu tidur.
• Aktivitas dan waktu luang dan hobi.
• Obat yang diminum, termasuk obat yang membantu tidur.
• Kecenderungan tidur sendiri atau dengan pasangan.
• Persepsi mengenai status kesehatan dan kepuasan terhadap hidup.
• Berapa kali pergi ke kamar mandi pada waktu malam hari.
Jika pasien akan membuat catatan tidur, minta pasien mencatat hal-hal berikut ini:
• Jam pasien terbangun.
• Waktu dan jumlah obat tidur yang diminum (termasuk dosis ulangan).
• Episode disorientasi atau konfusi.
• Frekuensi kebutuhan akan obat pereda nyeri atau bantuan untuk pergi ke toilet.
• Waktu tidak tidur.
Pertimbangan Khusus
Setelah mengetahui pola tidur pasien, anda dapat menyusun rencana asuhan tersendiri yang menyeimbangkan kebutuhan pasien dengan kebutuhan fasilitas tempat anda bekerja.
• Jaga agar staf tidak membuat keributan (berbicara di luar kamar pasien) ke tingkat minimum dan atur pencahayaan dengan tepat.
• Terlambat bangun dapat mengacaukan jadwal di pagi hari tetapi dengan memberi kesempatan duduk di antara waktu makan dapat memecahkan masalah.
• Tindakan keperawatan seperti posisi nyaman untuk pasien yang memerlukan bantuan mobilitas atau aktivitas harian, menggosok atau masase punggung dan musik lembut dapat membantu memicu tidur.
• Jika diindikasikan berikan analgesik untuk pasien yang sedang mengalami nyeri.
• Ajarkan teknik nafas dalam latihan relaksasi progresif dan imajinasi terbimbing untuk meningkatkan relaksasi dan tidur pada pasien.
• Jadwalkan semua terapi dan prosedur selama waktu terbangun, serta hilangkan pangkajian tanda-tanda vital di malam hari secepat kondisi pasien memungkinkan.
• Pertimbangkan pemberian alat bantu tidur sementara jika metode lain gagal. Obat yang biasa diresepkan yang digunakan untuk memicu tidur meliputi antihistamin, difenhidramin, dan benzodiazepine temazepam. Melatonin juga dapat memperbaiki kualitas tidur pada pasien lansia. Pantau pasien apakah mengalami reaksi merugikan terhadap obat ini (seperti rebound insomnia, mimpi buruk, dan konfusi).
• Tanpa memperhatikan lingkungan, anda dapat mengajarkan pasien anda tindakan yang dapat membantu meningkatkan tidur yang sehat.
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN TIDUR PADA LANSIA
Pengkajian
1. Pemeriksaan fisik
a. Integumen :
• Lemak subkutan menyusut
• Kulit kering dan tipis, rentang terhadap trauma dan iritasi, serta lambat sembuh
b. Mata :
• Areus senilis, penurunan visus
c. Telinga :
• Pendengaran berkurang yang selanjutnya dapat berakibat gangguan bicara.
d. Kardiopulmonar :
• Curah jantung berkurang serta elastisitas jantung dan pembuluh darah berkurang, terdengar bunyi jantung IV (S4) dan bising sistolik, kapasitas vital paru, volume ekspirasi, serta elastisitas paru-paru berkurang.
e. Muskuloskeletal :
• Massa tulang berkurang, lebih jelas pada wanita, jumlah dan ukuran otot berkurang.
• Massa tubuh banyak yang tergantikan oleh jaringan lemak yang disertai pula oleh kehilangan cairan.
d. Gastrointestinal :
• Mobilitas dan absorpsi saluran cerna berkurang, daya pengecap, serta produksi saliva menurun.
f. Neurologikal :
• Rasa raba juga berkurang, langkah menyempit dan pada pria agak melebar. Selain itu, terdapat potensi perubahan pada status mental.
2. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Kesadaran : klien dapat menunjukkan tingkat kesadaran baik (tidak ada kelainan atau gangguan kesadaran).
b. Sistem Integumen : Tidak adanya anemis, ikterus, sianosis, serta lesi primer dan sekunder.
c. Pengkajian status gizi :Terjadi malnutrisi
3. Pengkajian Fisik Khusus
b. Pengkajian sistem perkemihan : Inkontinensia
c. Pengkajian sistem pernapasan : Perubahan pada saluran pernapasan atas, diameter dinding dan dinding dada kaku.
d. Pengkajian sistem kulit/integumen : Pertumbuhan epidermis melambat (kulit kering, epidermis menipis), berkurangnya vaskularisasi, juga melanosit dan kelenjar-kelenjar pada kulit.
e. Pengkajian pola tidur : susah tidur pulas, sering terbangun, serta kualitas tidur yang rendah, lama ditempat tidur serta jumlah total waktu tidur per hari yang berkurang.
f. Pengkajian status fungsional :
• Tentang mandi = Dikatakan mandiri (independen) bila dalam melakukan aktivitas klien hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau membersihkan sebagian tertentu dari anggota badannya, Dikatakan dependen bila klien memerlukan bantuan untuk lebih dari satu bagian badannya.
• Berpakaian = Independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian dalam lemari atau laci.
• Ke toilet = Independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak dari kloset, merapikan pakaian sendiri. Dependen bila memang memerlukan bed pan atau pispot.
• Transferring = Independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat tidur atau kursi roda. Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan tersebut diatas atau tak mampu melakukan satu atau lebih aktivitas transferring.
• Kontinensia = Independen bila mampu buang hajat sendiri (urinari dan defekasi). Dependen bila pada salah satu atau keduanya miksi atau sefekasi memerlukan enema atau kateter.
• Makan = Independen bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil dari piring.
g. Pengkajian aspek spiritual =
• Perasaan individu tentang kehidupan keagamaannya
• Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang kehidupan menurut agama dan kepercayaannya
Diagnosa
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidur menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Dapat meningkatkan rasa sehat dan merasa dapat tidur
b. Merasa tidur tidak terganggu dan nyeri hilang
Intervensi :
1. Biasakan dan Patuhi jam tidur setiap malam
2. Upaya memodifikasi faktor lingkungan, khususnya bagi lansia yang tinggal di institusi.
3. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur, yang mencakup perhatian pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur.
4. Bantu orang tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur dengan memberikan usapan punggung, masase kaki atau kudapan tidur bila diinginkan. Latihan pasif dan gerakan mengusap memberikan efek yang menidurkan.
5. Memberikan posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, dan memberika kehangatan dengan selimut-selimut konvensional atau selimut listrik listrik juga dapat membantu.
6. Jangan membiarkan pasien meminum kafein (kopi, teh, cokelat) di sore hari dan malam hari.
7. Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik lembut di radio dan menawarkan susu hangat dan minuman hangat lainnya atau kudapan yang lebih berat untuk meningkatkan tidur pada lansia tanpa menggunakan hipnotik. Pada waktu malam, secangkir anggur, sherry, brandi atau bir memberikan kehangatan internal dan relaksasi pada lansia yang perlu tidur. Namun, efek dari satu minuman hanya berlangsung selama dua pertiga siklus tidur. Sedasi juga bersifat sama, yang menyebabkan tidur terputus-putus.
8. Tidur siang merupakan hal yang tepat; namun jumlah tidur siang tidak boleh lebih dari 2 jam.
9. Latihan setiap hari juga harus dianjurkan. Hal ini merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan tidur. Latihan harus dilakukan di pagi hari daripada menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut latihan hanya akan menimbulkan efek menyegarkan daripada menidurkan.
10. Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia tetapi beberapa di antaranya tidak menyukai intervensi ini, mengeluh pusing pada saat mereka bangun dari tempat tidur.
• Perasaan individu tentang kehidupan keagamaannya
• Melakukan kewajiban-kewajiban agar berkontemplasi tentang kehidupan menurut agama dan kepercayaannya
Diagnosa
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidur menjadi efektif
Kriteria hasil :
a. Dapat meningkatkan rasa sehat dan merasa dapat tidur
b. Merasa tidur tidak terganggu dan nyeri hilang
Intervensi :
1. Biasakan dan Patuhi jam tidur setiap malam
2. Upaya memodifikasi faktor lingkungan, khususnya bagi lansia yang tinggal di institusi.
3. Pertahankan kondisi yang kondusif untuk tidur, yang mencakup perhatian pada faktor-faktor lingkungan dan kegiatan ritual menjelang tidur.
4. Bantu orang tersebut untuk rileks pada saat menjelang tidur dengan memberikan usapan punggung, masase kaki atau kudapan tidur bila diinginkan. Latihan pasif dan gerakan mengusap memberikan efek yang menidurkan.
5. Memberikan posisi yang tepat, menghilangkan nyeri, dan memberika kehangatan dengan selimut-selimut konvensional atau selimut listrik listrik juga dapat membantu.
6. Jangan membiarkan pasien meminum kafein (kopi, teh, cokelat) di sore hari dan malam hari.
7. Lakukan tindakan-tindakan yang masuk akal seperti memutar musik lembut di radio dan menawarkan susu hangat dan minuman hangat lainnya atau kudapan yang lebih berat untuk meningkatkan tidur pada lansia tanpa menggunakan hipnotik. Pada waktu malam, secangkir anggur, sherry, brandi atau bir memberikan kehangatan internal dan relaksasi pada lansia yang perlu tidur. Namun, efek dari satu minuman hanya berlangsung selama dua pertiga siklus tidur. Sedasi juga bersifat sama, yang menyebabkan tidur terputus-putus.
8. Tidur siang merupakan hal yang tepat; namun jumlah tidur siang tidak boleh lebih dari 2 jam.
9. Latihan setiap hari juga harus dianjurkan. Hal ini merupakan cara yang terbaik untuk meningkatkan tidur. Latihan harus dilakukan di pagi hari daripada menjelang tidur karena pada jam-jam tersebut latihan hanya akan menimbulkan efek menyegarkan daripada menidurkan.
10. Mandi air hangat terkadang dapat merilekskan lansia tetapi beberapa di antaranya tidak menyukai intervensi ini, mengeluh pusing pada saat mereka bangun dari tempat tidur.
GANGGUAN AKTIVITAS
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas, seperti berdiri, berjalan, dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem saraf dan muskuloskeletal. Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak di mana manusia memerlukannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada pun sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan aktivitas
1. Tulang
Merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, diantaranya :
a. Mekanis :
- Membentuk rangka
- Tempat melekatnya berbagai otot
b. Tempat penyimpanan mineral (Kalsium dan Fosfor)
c. Tempat sumsum tulang sebagai pembentuk sel darah
d. Pelindung organ-organ dalam
Jenis tulang :
a. Pipih ( kepala dan pelvis)
b. Kuboid (Vertebra dan tarsal)
c. Panjang (Femur dan Tibia)
2. Otot dan tendon
- Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai keinginan
- Tendon adalah suatu jaringan ikat yang melekat pada tulang, origo adalah tempat asal tendon dan insersio adalah arah tendon.
- Terputusnya tendon akan membuat kontraksi otot tidak akan dapat menggerakkan tulang
3. Ligamen
Merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
4. Sistem Syaraf
- Terdiri dari sistem syaraf pusat (otak dan medula spinalis) dan syaraf tepi (perifer).
- Setiap syaraf memiliki bagian somatis dan otonom.
- Bagian Somatis memiliki fungsi sensorik dan motorik.
5. Sendi
- Merupakan tempat bertemunya dua ujung tulang atau lebih.
- Sendi membuat segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan bebagai pertumbuhan tulang.
Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Batas Karakteristik
- Sacara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
- Denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
- Rasa tidak nyaman atau dispnea setelah beraktivitas
- Perubahan elektrokardiografis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia
Faktor-faktor yang berhubungan
- Tirah baring dan imobilitasi
- Kelemahan secara umum
- Gaya hidup yang kurang gerak
- Ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
Mobilitas
- Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang.
- Mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati kehidupan.
- Gangguan mobilitas fisik adalah suatu keadaan keterbatasan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang.
Batasan karakteristik
- Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
- Keengganan untuk melakukan pergerakan.
- Keterbatasan rentang gerak.
- Penurunan kekuatan, pengendalian atau massa otot.
- Mengalami keterbatasan pergerakan, termasuk protokol-protokol mekanis dan medis.
- Gangguan koordinasi.
Faktor-faktor yang berhubungan
- Intoleransi aktivitas
- Penurunan kekuatan dan ketahanan
- Nyeri dan rasa tidak nyaman
- Gangguan persepsi atau kognitif
- Gangguan neuromuskuler
- Depresi
- Ansietas berat
Imobilitas
Merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat)
Jenis Imobilitas
1. Imobilitas fisik = pembatasan pergerakan fisik dengan tujuan mencegah komplikasi
2. Imobilitas Intelektual = Keterbatasan daya pikir akibat kerusakan otak
3. Imobilitas Emosional = pembatasan emosional karena adanya perubahan dalam menyesuaiakan diri (misalnya amputasi)
4. Imobilitas Sosial = Individu yg mengalami hambatan interaksi sosial dan mempengaruhi perannya.
Faktor- faktor Internal
- Penurunan fungsi muskuloskeletal = oto-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis atau osteomalasia), sendi (arthritis dan tumor) atau kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan)
- Perubahan fungsi neurologis = infeksi (mis.ensafilitis), tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskuler (mis. stroke), penyakit demielinasi (seperti sklerolis multipel), penyakit degeneratif (mis. Penyakit Parkinson), terpajan produk racun (mis. Karbonmonoksida), gangguan metabolik (mis. Hipoglikemia) atau gangguan nutrisi.
- Nyeri = penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
- Defisit perseptual = kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
- Berkurangnya kemampuan kognitif = gangguan proses kognitif seperti demensia berat.
- Jatuh = efek fisik cedera atau fraktur, efek psikologis sindrom setelah jatuh.
- Perubahan hubungan sosial = faktor-faktor aktual (mis. kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis. perubahan pola piker seperti depresi).
- Aspek psikologis = ketidakberdayaan dalam belajar depresi.
Faktor-faktor Eksternal
a. Program terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas dan kuantitas pergerakan pasien. Misalnya program pembatasan meliputi faktor-faktor mekanis dan farmakologis, tirah baring dan restrein.
b. Karakteristik penghuni institusi
Kurangnya jumlah staf dan lingkungan dengan lantai yang licin dan koridor yang berantakan.
c. Karakteristik staf
Tiga karakteristik dari staf keperawatan yang mempengaruhi pola mobilitas adalah pengetahuan, komitmen dan jumlah.
d. Sistem pemberian asuhan keperawatan
Jenis pemberian asuhan keperawatan yang digunakan di dalam institusi dapat memengaruhi status mobilitas penghuninya.
e. Hambatan-hambatan
Hambatan fisik termasuk kurangnya alat bantu yang tersedia untuk mobilitas, pengetahuan dalam menggunakan alat bantu mobilitas tidak adekuat, lantai yang licin dan tidak adekuatnya sandaran untuk kaki.
f. Kebijakan-kebijakan institusi
Faktor lingkungan lain yang penting untuk lansia adalah kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur institusi.
Penatalaksanaan
1. Pencegahan primer
Sebagai intervensi pencegahan primer, latihan adalah investasi seumur hidup. Latihan sangat bermanfaat baik bagi lansia yang sehat maupun untuk mereka yang mengalami masalah fisik atau mental yang kronis. Latihan dan aktivitas fisik secara teratur dapat menunda proses penuaan dan dihubungkan dengan perasaan sejahtera, memperpanjang usia dan peningkatan fungsi kardiopulmonal. Aktivitas dan latihan dapat meningkatkan tingkat energi, mempertahankan mobilitas dan meningkatkan kemampuan kardiovaskular dan pulmonal.
Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signifikan dengan aktivitas fisik tingkat rendah sampai rendah dalam waktu luangnya ketika aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan dengan durasi dan intensitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan, sistem kardiopulmonal memperoleh fungsinya secara keseluruhan, sistem muskuloskeletal menujukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat ditingkatkan. Manfaat dari latihan adalah pemeliharaan dan peningkatan fungsi fisik, mental, emosional, dan sosial, yang dapat menghasilkan rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan kemandirian yang lebih besar.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi, diagnosa keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder adalah ganggua mobilitas fisik.
3. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivis sosial dan keluarga serta teman-teman.
Penatalaksanaan Terapeutik
Terapi fisik untuk mempertahankan mobilitas dan kekuatan otot, kompresi pneumatik intermiten atau stoking kompresi gradien untuk meningkatkan aliran darah balik vena dan mencegah tromboembolisme, spirometri insentif untuk hiperinflasi alveoli dan tirah baring kecuali untuk eliminasi.
Dokumentasi
- Untuk musculoskeletal: kekuatan otot, ukuran, tonus dan ketahanan; mobilitas sendi, termasuk rentang gerak sendi dan pengkajian fungsional mengenal kemampuan; penggunaan dan penyalahgunaan alat bantu; masalah-masalah mobilitas; dan adanya nyeri.
- Untuk kardiovaskuler: perubahan ortostatik dalam tekanan darah dan denyut nadi.
- Untuk respirasi: pengkajian paru.
- Untuk integumen: karakteristik kulit di atas tonjolan tulang.
- Untuk urinaria: frekuensi dan jumlah berkemih.
- Untuk gastrointestinal: karakter dan pola feses dan alat bantu yang biasa digunakan untuk memfasilitas eliminasi.
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN AKTIVITAS PADA LANSIA
Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Muskuloskeletal = penururan tonus, kekuatan, ukuran dan ketahanan otot; rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal.
b. Kardiovaskuler = dengan pembentukkan trombosis, tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda humans positif.
c. Respirasi = gejala atelektasis dan pneumonia, tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung.
d. Integumen = cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah inflamasi, perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur.
e. Fungsi urinaria = tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah dan batas kandung kemih yang dapat diraba.
f. Gastrointestinal = terjadi konstipasi dan feses kecil, keras dan kering.
g. Lingkungan = kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
2. Mengkaji skelet tubuh : Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
3. Mengkaji tulang belakang :
• Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
• Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
• Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
4. Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
5. Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
6. Mengkaji cara berjalan : Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
7. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer : Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
8. Pengkajian status fungsional :
• Tentang mandi = Dikatakan mandiri (independen) bila dalam melakukan aktivitas klien hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau membersihkan sebagian tertentu dari anggota badannya, Dikatakan dependen bila klien memerlukan bantuan untuk lebih dari satu bagian badannya.
• Berpakaian = Independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian dalam lemari atau laci.
• Ke toilet = Independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak dari kloset, merapikan pakaian sendiri. Dependen bila memang memerlukan bed pan atau pispot.
• Transferring = Independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat tidur atau kursi roda. Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan tersebut diatas atau tak mampu melakukan satu atau lebih aktivitas transferring.
• Kontinensia = Independen bila mampu buang hajat sendiri (urinari dan defekasi). Dependen bila pada salah satu atau keduanya miksi atau sefekasi memerlukan enema atau kateter.
• Makan = Independen bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil dari piring.
Diagnosa
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan depresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan depresi dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria hasil :
1. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan depresi hilang.
Intervensi :
1. Upaya pencegahan terhadap osteoporosis, baik melalui intervensi secara medis, nutrisi, maupun secara penyesuaian gaya hidup.
2. Upaya pencegahan terhadap jatuh sesuai dengan hasil pengkajian mengenai faktor lingkungan sebagai faktor risiko serta dilakukannya pembedahan terhadap risiko faktor lingkungan.
3. Pemeliharan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan dan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang dan sikap komitmen terhadap latihan.
4. Pemeliharaan fleksibilitas sendi yang terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
5. Pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
6. Pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vascular, stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah.
7. Pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantuk pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitas eliminasi.
• Kontraksi otot isometrik
Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (mislnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskular.
• Kontraksi otot isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotonik berguna untuk mempertahankan kekuatan oot-otot dan tulang.
• Latihan kekuatan
Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
• Latihan aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal seseorang dalam waktu 15 sampai 60 menit dan seharusnya dilakukan tiga kali atau lebih perminggu.
• Latihan rentang gerak
Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif, sebaliknya gerakan pasif yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
• Mengatur posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balik vena.
DAFTAR PUSTAKA
Stockslager Jaime L. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta. EGC
Tamher S, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Rosidawati, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika
Stanley Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Pengkajian
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Muskuloskeletal = penururan tonus, kekuatan, ukuran dan ketahanan otot; rentang gerak sendi dan kekuatan skeletal.
b. Kardiovaskuler = dengan pembentukkan trombosis, tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda humans positif.
c. Respirasi = gejala atelektasis dan pneumonia, tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperatur dan denyut jantung.
d. Integumen = cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah inflamasi, perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur.
e. Fungsi urinaria = tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah dan batas kandung kemih yang dapat diraba.
f. Gastrointestinal = terjadi konstipasi dan feses kecil, keras dan kering.
g. Lingkungan = kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
2. Mengkaji skelet tubuh : Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
3. Mengkaji tulang belakang :
• Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
• Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
• Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
4. Mengkaji system persendian : Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
5. Mengkaji system otot : Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
6. Mengkaji cara berjalan : Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron,cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
7. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer : Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
8. Pengkajian status fungsional :
• Tentang mandi = Dikatakan mandiri (independen) bila dalam melakukan aktivitas klien hanya memerlukan bantuan untuk menggosok atau membersihkan sebagian tertentu dari anggota badannya, Dikatakan dependen bila klien memerlukan bantuan untuk lebih dari satu bagian badannya.
• Berpakaian = Independen bila tak mampu mengambil sendiri pakaian dalam lemari atau laci.
• Ke toilet = Independen bila lansia tak mampu ke toilet sendiri, beranjak dari kloset, merapikan pakaian sendiri. Dependen bila memang memerlukan bed pan atau pispot.
• Transferring = Independen bila mampu naik turun sendiri dari tempat tidur atau kursi roda. Dependen bila selalu memerlukan bantuan untuk kegiatan tersebut diatas atau tak mampu melakukan satu atau lebih aktivitas transferring.
• Kontinensia = Independen bila mampu buang hajat sendiri (urinari dan defekasi). Dependen bila pada salah satu atau keduanya miksi atau sefekasi memerlukan enema atau kateter.
• Makan = Independen bila mampu menyuap makanan sendiri, mengambil dari piring.
Diagnosa
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan depresi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan depresi dapat teratasi dan aktivitas dapat dilakukan.
Kriteria hasil :
1. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan depresi hilang.
Intervensi :
1. Upaya pencegahan terhadap osteoporosis, baik melalui intervensi secara medis, nutrisi, maupun secara penyesuaian gaya hidup.
2. Upaya pencegahan terhadap jatuh sesuai dengan hasil pengkajian mengenai faktor lingkungan sebagai faktor risiko serta dilakukannya pembedahan terhadap risiko faktor lingkungan.
3. Pemeliharan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal, yang termasuk pengondisian program latihan harian baik kontraksi otot isometrik dan isotonik, aktivitas penguatan dan aerobik, nutrisi untuk meningkatkan anabolisme protein dan pembentukan tulang dan sikap komitmen terhadap latihan.
4. Pemeliharaan fleksibilitas sendi yang terlibat dalam latihan rentang gerak, posisi yang tepat dan aktivitas kehidupan sehari-hari.
5. Pemeliharaan ventilasi yang normal meliputi hiperinflasi dan mobilisasi serta menghilangkan sekresi.
6. Pemeliharaan sirkulasi yang adekuat meliputi tindakan-tindakan pendukung untuk mempertahankan tonus vascular, stoking kompresi untuk memberikan tekanan eksternal pada tungkai dan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah efek dehidrasi pada volume darah.
7. Pemeliharaan fungsi urinaria dan usus yang normal bergantuk pada dukungan nutrisi dan struktur lingkungan serta rutinitas-rutinitas untuk memfasilitas eliminasi.
• Kontraksi otot isometrik
Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (mislnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskular.
• Kontraksi otot isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotonik berguna untuk mempertahankan kekuatan oot-otot dan tulang.
• Latihan kekuatan
Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
• Latihan aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal seseorang dalam waktu 15 sampai 60 menit dan seharusnya dilakukan tiga kali atau lebih perminggu.
• Latihan rentang gerak
Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif, sebaliknya gerakan pasif yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
• Mengatur posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balik vena.
DAFTAR PUSTAKA
Stockslager Jaime L. 2007. Asuhan Keperawatan Geriatrik Edisi 2. Jakarta. EGC
Tamher S, Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Rosidawati, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta. Salemba Medika
Stanley Mickey. 2002. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar